Selasa, 30 Maret 2010

kawand lama ku,,,

senang deh, hari ini ketemu teman yang lama dah gag ketemu...
huahhh...
banyak banget perubahan nya,,
cuma gag tambah aja badannya tetep kurus..
hehheeeeeee
tapi jd gag enak ada yang marang waktu d tag in putu2 saat SD kita,, mav ya klo gag suka...

Minggu, 14 Maret 2010

efek antropometri terhadap kinerja karyawan

Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri. Berdiri dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua kaki. Pada posisi berdiri dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm dibawah siku. Agar tinggi optimum ini dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah mendatar dan lengan atas vertikal. Posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki dan sebaiknya berdiri tidak lebih dari 6 jam. Posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
Beberapa persyaratan posisi duduk/bekerja dengan duduk adalah:
- Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.
- Tidak menimbulkan gangguan psikologis.
- Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.

Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, namun dari sudut tulang lebih baik tegak agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. Untuk itu dianjurkan memiliki sikap duduk yang tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk. Posisi duduk hendaknya memperhatikan tinggi alas duduk yakni sebaiknya dapat disetel antara 38 dan 48 cm, kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak, dan kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan petugas.

Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas.
Dari beberapa penjelasan di atas di ketahui bahwa, setiap pekerjaan yang di lakukan sebaiknya melihat dahulu sesuai dengan orang yang akan di tempatkan atau tidak, bila tidak sesuai akan membuat orang yang di tugaskan akan merasa tidak nyaman serta mengalami keterpaksaan dalam melakukan pekerjaan yang di perintahkan, yang mengakibatkan tidak efektif kinerja si karyawan tersebut.
Efek psikologisnya karyawan tidak nyaman terhadap pekerjaannya.

Daftar Pustaka
Fahriansyah, Fika W dan Mappiwali Asrull. 2009. LAPORAN FAKTOR ERGONOMI DI LINGKUNGAN KERJA RUMAH SAKIT BERSALIN PERTIWI MAKASSAR. Makasar : Universitas Hasanudin, Fakultas Kedokteran.

Kamis, 11 Maret 2010

Manusia di bumi

kanapa orang begitu mudah marah, berbuat bohong ataupun mengucapkan maaf begitu saja..
kenapa setiap manusia di jadikan egois, egois berasal dari manusia itu sendiri atau memang ada sejak kita mengenal dunia..
kenapa orang dapat bermuka dua di saat - saat tertentu, ku tidak tau dan tidak sadar akan semua yang manusia di bumi ini lakukan.
apakah akupun seperti itu??
belakangan ini banyak manusia ku temui seperti itu mereka gampang marah, minta maaf lalu merasa itu bukan kelakuan yang ia lakukan...
huh..
dunia ini jahat bagi mereka yang menjadi sasaran..
benar kata orang siapa yang terkuat dia yang menang, rasanya tidak adil bila setiap manusia di bumi ini tidak ada KASIH, padahal TUHAN memberikan KASIHNYA itu gratis..
kenapa kita tidak bisa untuk jujur mengakui perbuatan kita???

Selasa, 02 Maret 2010

tugas kelompok ergonometri : antropometri dan keletihan kerja


Tim penyusun tugas ERGONOMI DASAR Kelompok I (3 pa04) : Tri rasni mia amalina, Luki viky desha, Fitri amelia, Susi rohani lumbantoruan, Tyagita manggiasih, Wenny junilawati, Putra bayu gustama, Mietha purnamasari, Maria chrisnatalia

Antropometri (dari Bahasa Yunani), dalam antropologi fisik merujuk pada pengukuran individu manusia untuk mengetahui variasi fisik manusia.

Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (Liliana dkk, 2007).

Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus berpedoman kepada antropometri pemakaiannya. Menurut Sanders & McCormick (1987), Pheasant (1988), dan Pulat (1992) bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai manusia.

Kini, antropometri berperan penting dalam bidang perancangan industri, perancangan pakaian, ergonomik, dan arsitektur. Dalam bidang-bidang tersebut, data statistik tentang distribusi dimensi tubuh dari suatu populasi diperlukan untuk menghasilkan produk yang optimal. Perubahan dalam gaya kehidupan sehari-hari, nutrisi, dan komposisi etnis dari masyarakat dapat membuat perubahan dalam distribusi ukuran tubuh (misalnya dalam bentuk epidemik kegemukan), dan membuat perlunya penyesuaian berkala dari koleksi data antropometrik.

Hal-hal yang mempengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut,

  • Umur

Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah 60 tahun.

  • Jenis kelamin

pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali bagian dada dan pinggul.

  • Rumpun dan Suku Bangsa
  • Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh

Kondisi ekonomi dan gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga bergantung pada kegiatan yang dilakukan.

  • Pekerjaan, aktivitas sehari-hari juga berpengaruh
  • Kondisi waktu pengukuran

Pengukuran antropometri pada dimensi tubuh manusia merupakan salah satu bagian dalam mewujudkan kondisi yang ergonomis. Dalam melakukan pengukuran antropometri tersebut banyak yang masih melakukannya dengan alat-alat manual seperti menggunakan jangka sorong, meteran, kursi antropometri, dll, yang tentunya akan menyebabkan adanya error dalam pengukuran yang terjadi akibat standar pembacaan ukuran yang tidak sama dan juga alat-alat yang digunakan berbeda-beda. Penelitian ini menerapkan teknologi Image Processing dengan maksud untuk mempermudah pekerjaan manusia dalam melakukan pengukuran antropometri. Selain dapat menstandarkan pengukuran yang ada juga memiliki hasil ukuran yang akurat. Pada penelitian ini dilakukan perancangan sistem digital, mulai dari hardware dan software untuk pengukuran antropometri tangan manusia. Teknologi yang coba diterapkan ini bekerja dengan mengolah gambar dari tangan. Hasil dari pengukuran digital yang dilakukan akan dibandingkan dengan hasil pengukuran manual menggunakan paired t-test. Dari penelitian yang dilakukan menghasilkan sistem yang diberi nama “HADMS†(Hand Anthropometry Digital Measurement System). Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan 14 dimensi tangan yang telah valid hasil pengukurannya dari 20 dimensi tangan. Sistem ini terbukti lebih teliti dan akurat (satuan mm) dalam pengukurannya dan memudahkan dalam melakukan pengukuran dimensi tangan tersebut.

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife 1966).

Sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh

Syarat yang Mendasari Penggunaan Antropometri

Alat mudah didapat dan digunakan

Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif

Pengukuran tidak selalu harus oleh tenaga khusus profesional, dapat oleh tenaga lain setelah mendapat pelatihan

Biaya relatif murah

Hasilnya mudah disimpulkan, memiliki cutt of point dan baku rujukan yang sudah pasti

Secara ilmiah diakui kebenarannya

Jenis Parameter Antropometri

Sebagai indikator status gizi, antropometri dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter

Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia

Jenis parameter antropometri:

1. Umur

2. Berat Badan

3. Tinggi Badan

4. Lingkar Lengan Atas

5. Lingkar Kepala

6. Lingkar Dada

7. Jaringan Lunak

Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur >> interpretasi status gizi salah

Batasan umur yang digunakan (Puslitbang Gizi Bogor, 1980):

- Tahun umur penuh (completed year)

Contoh: 6 tahun 2 bulan, dihitung 6 tahun

5 tahun 11 bulan, dihitung 5 tahun

- Bulan usia penuh (completed month): untuk anak umur 0-2 tahun digunakan

Contoh: 3 bulan 7 hari, dihitung 3 bulan

2 bulan 26 hari, dihitung 2 bulan

Berat Badan

Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus)

Digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR

Pada masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor). Dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan

Menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang

Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun

Pada klien edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh

Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi

Tinggi Badan (TB)

Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal

Pada keadaa normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur

Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap TB akan nampak dalam waktu yang relatif lama

Merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat

Merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB (quac stick) faktor umur dapat dikesampingkan

Alat ukur :

- Alat Pengukur Panjang Badan Bayi : untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri.

- Microtoise: untuk anak yang sudah dapat berdiri

Lingkar Lengan Atas

Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh

Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit

Lila mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan:

1. Status KEP pada balita

2. KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi BBLR

Alat: suatu pita pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik.

Ambang batas (Cut of Points):

LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia < style="mso-tab-count:1"> Pada bayi 0-30 hari : ≥9.5 cm, Balita dengan KEP <12.5>

Lingkar Kepala

Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan

keadaan kesehatan dan gizi

Bagaimanapun ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi

Dalam antropometri gizi rasio Lika dan Lida cukup berarti dan menentukan KEP pada anak. Lika juga digunakan sebagai informasi tambahan daam pengukuran umur.

Lingkar Dada

Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun

Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita

Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada lingkar dada

Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat → rasio lingkar dada dan kepala <>

Tinggi Lutut

Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia

Pada lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa tulang >> bungkuk>> sukar untuk mendapatkan data tinggi badan akurat

Jaringan Lunak

Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi

Antropometri dapat dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi di masyarakat

Lemak subkutan (subcutaneous fat) Penilaian komposisi tubuh termasuk untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa metode, dari yang paling sulit hingga yang paling mudah

Metode yang digunakan untuk menilai komposisi tubuh (jumlah dan distribusi lemak sub-kutan):

1. Ultrasonik

2. Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer atau underwater weighting)

3. Teknik Isotop Dilution

4. Metoda Radiological

5. Total Electrical Body Conduction (TOBEC)

6. Antropometri (pengukuran berbagai tebal lemak menggunakan kaliper: skin-fold calipers) Metode yang digunakan untuk menilai komposisi tubuh

(jumlah dan distribusi lemak sub-kutan):

Metode yang paling sering dan praktis digunakan di lapangan: Antropometri fisik

Standar atau jangkauan jepitan 20-40 mm2, ketelitian 0.1 mm, tekanan konstan 10 g/m2

Jenis alat yang sering digunakan Harpenden Calipers, alat ini memungkinkan jarum diputar ke titik nol apabila terlihat penyimpangan

Beberapa pengukuran tebal lemak dengan menggunakan kaliper:

1. Pengukuran triceps

2. Pengukuran bisep

3. Pengukuran suprailiak

4. Pengukuran subskapular

Kesalahan dalam Pengukuran Antropometri

Kesalahan pengukuran

Kesalahan alat

Kesalahan tenaga yang mengukur

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesalahan pengukuran:

Memilih alat ukur yang sesuai

Membuat aturan pelaksanaan pengukuran

Pelatihan petugas

Peneraan alat ukur secara berkala

Pengukuran silang antar observer dan pengawasan (uji petik)

Ambang Batas (Cut off Points)

Dari berbagai jenis indeks antropometri diperlukan ambang batas untuk menginterpretasikannya

Ambang batas dapat disajikan dalam 3 cara:

1. Persen terhadap Median

2. Persentil

3. Standar Deviasi Unit

Bagan Produk Ergonomis Berdasar Antropometri

Efisiensi kerja merupakan salah satu pendorong utama dalam kelancaran bisnis dan manajemen. Dan ini tidak pernah terlepas dari kultur organisasi dan kultur di dalam masyarakat tertentu. Sudah menjadi pengetahuan umum (common knowledge) bahwa para pekerja Indonesia yang bekerja di dalam maupun di luar tanah air seringkali “diidentifikasikan” dengan efisiensi kerja yang rendah atau paling tidak belumlah sejajar maupun bisa menandingi rekan-rekannya yang berasal dari negara lain.

Mengapa mindset sukses sangatlah penting dalam meningkatkan efisiensi yang ujung-ujungnya bermuara kepada peningkatan produksi, revenue, dan gross domestic product (alias produktivitas nasional)? Ada beberapa alasan.

Pertama, mindset pada dasarnya adalah fondasi dari segala aktivitas dan perilaku. Jadi, dengan keyakinan mendasar bahwa diri kita adalah personifikasi dari sukses itu sendiri, maka segala bentuk perbedaan antara harapan dan kenyataan, terutama hal-hal yang menyebabkan timbulnya persepsi akan kegagalan dan kehampaan bisa dikikis dengan sendirinya.

Kedua, dengan berkaca kepada mindset ini, maka fondasi rencana-rencana kerja (planning) mempunyai dasar spirit manusiawi, sebagaimana diperkenalkan oleh Edward Deming yang dikenal dengan A System of Profound Knowledge. Sistem ini terdiri dari empat bagian: apresiasi sistem, pemahaman akan variasi, epistemologi (teori pengetahuan), dan pemahaman akan psikologi.

Dari keempat bagian tersebut, pemahaman akan psikologi merupakan dasar dari kesuksesan yang bersumber dari dalam (internal source) dan ini merupakan landasan yang paling jitu dalam segala bidang. Dimulai dengan prinsip “the right person for the right job at the right job” banyak perusahaan raksasa di Seberang yang bisa semakin meningkatkan mindset sukses mereka. Google adalah salah satu contohnya. Dengan prinsip berbisnis yang beretika tinggi, selalu berpikir out of the box, dan menggulirkan teknologi yang sudah ada di tangan dengan kreatifitas tinggi.

Untuk bisa menjalankan prinsip ini dan membawa mindset sukses ke tingkat yang lebih tinggi, sudah jelas Google sangatlah pemilih dalam proses perekrutan. Mereka tidak hanya menilai seorang kandidat dari segi intelektual dan interpersonal saja, namun terutama dari segi “masuk atau tidaknya” gaya kerja dan tingkat kreatifitas. Ini sangat riil dari sudut pandang mempertahankan mindset sukses di dalam sebuah insitusi.

efisiensi kerja bisa ditingkatkan dengan mindset sukses. Ini bukan mitos, sudah terbukti dengan perusahaan-perusahaan meraksasa yang telah berhasil mengubah dunia. Tanpa mindset ini, mustahil bisa mempertahankan pencapaian, atau bahkan memulai sesuatu.

Keletihan dapat juga didefinisikan sebagai kondisi menurunnya kemampuan untuk melakukan pekerjaan fisik dan mental. Dalam satu segi, perasaan letih adalah suatu mekanisme pelindung yang bekerja dengan memberikan amaran untuk mencegah berkelanjutannya satu kegiatan yang dapat merusak tubuh.

Pada dasarnya ada dua jenis perasaan letih. Yang pertama diakibatkan oleh otot-otot tubuh yang berkerja keras dalam jangka waktu yang lama. Kedua, yang dihasilkan oleh kegiatan mental yang disertai stres. Kita dapat melihat kedua jenis keletihan ini di masyarakat sehari-hari. Para buruh pekerja yang mengandalkan ototnya untuk mencari nafkah, akan pulang merasa letih lalu tidur dan tubuhnya terasa rileks. Keletihan ini disebut penat hipotonik.
( Albert M. Hutapea, 2009)

Burnout adalah kekelahan mental dan emocional yang bersifat kronis dan timbal sebagai akibat adanya stress yang berkembang secara akumulatif dalam jangka panjang terkait beban pekerjaan. Burnout pada tumbal sebagai keluhan fisik seperti nyeri kepala atau keletihan syaraf (restlessness)
Tips mengatasi Restlessness :
1.jangan melampaui batas tingkat kelelahan yang kita miliki
2.bangunlah sikap kerja yang efisien
3.kembangkanlah seni relaksasi
4.belajar mengendalikan emosi
5.buanglah rasa ketakutan
6.aturlah diet
7.lakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik
8.biasakanlah memperhatikan kesehatan mental

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas). Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat untuk menyegarkan tubuh. Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja dipakasa untuk terus bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat mengurangi produktivitas pekerja. Kelelahan sama halnya dengan keadaan lapar dan haus sebagai suatu mekanisme untuk mendukung kehidupan.

Di samping kelelahan otot dan kelelahan umum, Grandjean (1988) juga mengklasifikasikan kelelahan ke dalam 7 bagian yaitu:

1. Kelelahan visual, yaitu meningkatnya kelelahan mata

2. Kelelahan tubuh secara umum, yaitu kelelahan akibat beban fisik yang berlebihan

3. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan mental atau intelektual

4. Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan

5. Pekerjaan yang bersifat monoton

6. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang

7. Kelelahan sirkadian, yaitu bagian dari ritme siang-malam, dan memulai periode tidur yang baru

Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

2. Uji psikomotor

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

4. Perasaan kelelahan secara subjektif

5. Uji mental

Kejenuhan kerja tidak berpengaruh negatif pada pekerja yang mengalaminya, tetapi seorang pemimpin tetap harus mengatasi hal tersebut serta menggantinya dengan pekerja lainnya karena secara tidak langsung telah mempengaruhi waktu dan uang.

Kejenuhan kerja banyak dialami pekerja dalam bidang medis, karena mereka banyak menangani masalah yang berhubungan dengan kematian dan kehidupan setiap harinya yang cenderung membuat mereka sering merasa cemas dan takut.

Beberapa dari mereka bahkan harus bekerja dalam waktu lama dan mengganti pegawai lainnya, sehingga Kejenuhan kerja dalam pelayanan kesehatan mempunyai akibat yang berbahaya.

Kebebasan tenaga kerja komponen adalah ukuran kuantitatif yang terlihat dalam berbagai aspek dari kerangka hukum dan peraturan dari negara pasar tenaga kerja. Ini menyediakan cross-country data pada peraturan mengenai upah minimum; hukum menghambat PHK; pesangon persyaratan dan peraturan diukur beban pada mempekerjakan, jam, dan seterusnya.

Enam faktor kuantitatif sama-sama berbobot, dengan masing-masing dihitung sebagai satu-keenam dari kebebasan tenaga kerja komponen:

  • Rasio upah minimum rata-rata nilai tambah per pekerja,
  • Halangan untuk mempekerjakan pekerja tambahan,
  • Kekakuan jam,
  • Sulitnya memecat karyawan berlebihan,
  • pemberitahuan dimandatkan secara hukum, dan
  • Pesangon wajib.

Berdasarkan data dari Bank Dunia Doing Business kajian, faktor-faktor ini secara khusus memeriksa peraturan tenaga kerja yang mempengaruhi "dan redundansi yang mempekerjakan pekerja dan kekakuan jam kerja."

Kebosanan Kerja

Kebosanan kerja bisa terjadi bukan saja pada pekerja di tingkat bawah tetapi juga bisa terjadi pada pekerja tingkat atas. Oleh karena itu banyak perusahaan yang melakukan berbagai pencegahan dengan cara rotasi kerja, melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan, memberikan kesempatan untuk melakukan cuti, dan lainnya.

Beberapa alasan mengapa bisa terjadi kebosanan kerja dapat dibagi dalam beberapa penyebab, yaitu:
a. Jika kerjaan menjadi rutinitas yang membosankan
Otak manusia membutuhkan stimulasi dan tantangan terus-menerus. Artinya dalam konteks kerja
manusia cenderung membutuhkan tugas-tugas baru yang menantang atau menarik. Jika stimulasi atau tantangan baru tersebut tidak ada dan otak hanya mengulangi apa yang telah dikuasai maka tugas atau pekerjaan yang telah dikuasai tersebut menjadi tidak menarik sehingga timbul kebosanan. Selain itu pekerjaan yang dianggap terlalu mudah atau tidak sesuai dengan tingkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh seseorang juga cenderung membuat bosan.
b. Keharusan memilki kewenangan sendiri
Dalam bekerja hampir setiap individu mendambakan unuk dapat bekerja dengan otonomi yang luas,
memiliki tanggungjawab dan terlibat dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya. Jika hal hal seperti ini tidak didapat oleh pekerja selama melakukan aktivitas kerjanya maka kemungkinan untuk menjadi bosan akan sangat terbuka.
c. Makna kerja
Meski telah memiliki pekerjaan yang menantang, otonomi yang luas, seseorang akan tetap bisa
menjadi bosan jika tidak merasa bahwa bekerja adalah sesuatu yang berharga bagi hidupnya. Untuk bisa bertahan dan menyenangi pekerjaan, seseorang harus bisa menjawab pertannyaan mengapa ia harus bekerja.
d. Tatkala kebosanan melekat di diri kita
Dalam kehidupan ini banyak sekali individu yang justru merasa bosan karena tidak lagi memiliki
kesempatan untuk melakukan tugas-tugas tertentu karena sudah dikerjakan orang lain. Ada banyak manager yang akhirnya tidak bertahan di suatu perusahaan meski menyandang jabatan sangat tinggi karena ia merasa tidak dapat berbuat apa-apa. Jadi dalam hal ini datang ke kantor dan duduk-duduk saja sambil memberi perintah belum tentu akan membuat seseorang tidak mengalami kebosanan.
e. Keharusan menyingkirkan kebosanan.
Kebosanan kerja bukan saja memberikan dampak yang negatif bagi kinerja individu dalam perusahaan tetapi juga dapat menyebabkan berbagai dampak psikologis misalnya timbul rasa hampa dalam diri individu, meragukan kemampuan diri sendiri, dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Anonim. 2003. Mengatasi Kejenuhan Kerja. http://www.kapanlagi.com/

Hutapea ,Albert M. 2009 . Letih. http://www.bogorsda.org/

Anonim.2008. Kelelahan Kerja. http://nonameface.wordpress.com/

Multazam, Isa. 2007. Burnout – Kelelahan Kerja. http://isa-multazam.blogspot.com/

Embuwono. 2008. Mindset- Efisiensi Kerja Bukanlah Mitos. http://embuwono.wordpress.com/

Anonim. 2010. Labor Freedom. http://www.heritage.org/

Shelmi. 2009. Kebosanan Kerja. http://shelmi.wordpress.com/