Jumat, 07 Desember 2012

bukan dia tapi aku by Judika

Berulang kali kau menyakiti Berulang kali kau khianati Sakit ini coba pahami Ku punya hati bukan tuk disakiti Ku akui sungguh beratnya Meninggalkanmu yang dulu pernah ada Namun harus aku lakukan Karena ku tahu ini yang terbaik Ku harus pergi meninggalkan kamu Yang telah hancurkan aku Sakitnya, sakitnya, oh sakitnya Cintaku lebih besar darinya Mestinya kau sadar itu Bukan dia, bukan dia, tapi aku Begitu burukkah ini Hingga ku harus mengalah Cintaku cintaku Lebih besar dari benciku lebih besar dari benciku Cukup aku yang rasakan Jangan dia jangan dia Jangan dia jangan dia cukup aku Jangan dia jangan dia cukup aku Jangan dia

Sabtu, 24 November 2012

berbagi cerita

Ini kisah seorang teman yang dulu sempat di tinggalkan pasangannya karena hal yang tak jelas, kini Dia telah menemukan seseorang untuk menjadi pendampingnya. Hal tersebut saya dengan dari sebuah media sosial, obrolan antara dia dan temannya, ini bukan soal kepo dan tidak sengaja saya melihatnya karena muncul di TL saya, melihat hal tersebut saya dan teman-teman saya bahagia mendengarnya walaupun tidak dari mulut teman saya tersebut. Beberapa hari sebelumnya kami sempat bertemu bersama kawan-kawan, salah seorang teman saya sempat menyeletukan kata “Kapan?” kepada teman saya yang berbahagia tersebut, saya dan seorang teman saya lainnyapun sempat kaget dan memelototi teman saya yang nyeletuk tersebut, karena kami tidak ada yang berani untuk bertanya hal sensitive tersebut kepada beliau, saat kami kaget itulah beliau memandang saya dengan curiga, padahal celetukan itu tidak ada dalam konsep dan pikiran kami, sentak saya pun terdiam dan kaget, namun beliau berkata “secepatnya”. Mulai dari situlah saya sempat berfikir mungkin dengan sebuah celetukan seseorang akan terbuka, bahkan mau menceritakan panjang dan lebar menganai kehidupan mereka. Banyak hal yang tidak kita sadari menjadi sebuah celetukan, misalnya saat kita menaiki kendaraan umum banyak orang yang bertanya kepada kita, bahkan bersanda gurau dengan kita walaupun sebelumnya kita belum pernah kenal. Saya banyak belajar dari yang namanya berbicara, saya bukan orang yang bawel, bukan juga orang yang senang bercerita, bahkan untuk menyapapun kadang ada rasa malu, dan ragu. Namun melalui sebuah tulisan saya bisa menceritakan banyak mengenai kejadian, serta peristiwa yang saya lihat bahkan isi hati pun bisa terbawa disana, seharusnya hal ang satu ini tidak boleh ikut serta, tapii itu harus terjadi  Kembali pada masalah teman saya tersebut, saya bangga terhadap beliau yang akhirnya menemukan pasangannya setelah sakit hati yang cukup panjang, singkat cerita sebenarnya kami belum kenal lama dengan beliau, beliau adalah teman diskusi yang asik bagi kami walaupun umur kami tidak jauh dari beliau, merasa muda, energik juga bertanggung jawab terhadap kami, kami hanya sekolompuk murid yang ingin mengetahui bagaimana kehidupan seorang guru yang kami anggap jauh sekali dari kehidupan celotehan atau sanda gurau, ternyata beliau orang yang asik untuk diskusi bahkan untuk bertanya mengenai kuliner. Beliau dan kami mempunyai hobi yang sama, foto, kuliner dan jalan-jalan. Namun sayang, kini beliau akan memasuki kehidupan yang baru yang berbeda dengan yang dulu. Kami berharap semoga berbahagia selalu, kami menunggu kabar baik dari mu BU, Ibu yang tidak cocok di panggil IBU GURU 

Jumat, 27 April 2012

renungan setiap minggu untu kita

>> Kita akan tetap bermegah dalam nama Tuhan (Maz 20:8) >> Oleh kematian dan kebangkitan Kristus menjadikan kita milik Allah baik dalam hidup maupun mati >> Oleh kematian Kristus kita di perdamaikan dengan Allah dan oleh kebangkitan Kristus kita diselamatkan >> Gembala yang baik menyerahkan nyawaNya bagi domba-dombaNya (Yoh 10:11) >> Anugerah Tuhan itu cukup bagi kita yang bak bejana rapuh yang mengemban pelayanan yang mulia. Karena dalam kelemahan kuasa Tuhan disempurnakan. >> Kolose 3:23 “apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusis” >> 2Korintus 1:3,4 Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam bermaca-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. >> Walau keadaan tubuh jasmani menurun dalam melayani Tuhan tidak ada tawar hati, sebab itu adalah anugerah dari padaNya (2 Kor 4:1,16) >> Kita bawa damai dimanapun kita berada (Mat 5: 9) >> Maz 29: 11Tuhan kiranya memberikan kekuatan kepada umatNya, Tuhan kiranya memberkati umatNya dengan sejahtera! >> Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu hai semua orang yang berharap kepada Tuhan ( maz 31: 25) >> Tuhan pasti tetap setia menggenapi janji-janjiNya. Maka sudah selayaknya kita beribadah kepadaNya dengan tulus dan iklas, serta setia (Yos 24:14)

Selasa, 24 April 2012

Pilih Saja Aku

Cinta mengapa kau sengsara, benci ku melihatnya Oh oh dia itu siapa bisa membuatmu merana Cinta apa kau tak bahagia, sini denganku saja Oh oh dia itu siapa aku ini lebih baik darinya Jauh dalam hatimu aku tahu Engkau ingin ada orang yang selalu Mencinta dan memelukmu setiap waktu Kalau dia tak mampu pilih saja aku Cinta apa kau tak bahagia, sini denganku saja Oh oh dia itu siapa aku ini lebih baik darinya Jauh dalam hatimu aku tahu Engkau ingin ada orang yang selalu Mencinta dan memelukmu setiap waktu Kalau dia tak mampu pilih saja aku Ini hatiku untukmu Percayalah padaku... sayangku... Jauh dalam hatimu aku tahu Engkau ingin ada orang yang selalu Mencinta dan memelukmu setiap waktu Kalau dia tak mampu pilih saja aku Jauh dalam hatimu aku tahu Engkau ingin ada orang yang selalu Mencinta dan memelukmu setiap waktu Kalau dia tak mampu pilih saja aku Jauh dalam hatimu aku tahu Engkau ingin ada orang yang selalu Mencinta dan memelukmu setiap waktu Kalau dia tak mampu Pilih saja aku... by petra sihombing

Senin, 06 Februari 2012

Cinta ku kamu

Ku merasa saat kau datang kembali
Mesti aku mencoba bertahan dan hindari
Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku

Ku sadari meski bintang bersinar di langit indah
Aku tak akan mampu menggapai sinarnya
Dirimu kan selalu di sana dengannya
Takkan berubah meski cintaku kamu

Oh mengapa kau datang mengganggu lagi
Di saat kau tak mungkin berada di sisiku

Takkan berubah meski cintaku kamu
#np Dhisa- Cinta ku Kamu

aku punya hati

Saat aku di sisimu, hatimu terasa jauh
Semua rasanya hampa, walau katamu banyak rindu
Perasaanku tak bisa dustai, tak seperti dulu lagi

Aku tak mau terus begini
Bila kau tak lagi sungguh-sungguh cinta aku
Walau hati ini tak sanggup lupakan dirimu
Kusadari aku yang harus pergi

Aku masih punya hati, engkau pasti tahu itu
Bila ku salah mengapa kau diam, mengapa tak kau bicara

Cinta ini masih tersimpan
Meski kini semua hanya hanyalah fatamorgana

Aku tak mau terus begini
Bila kau tak lagi sungguh-sungguh cinta aku
Walau hati ini tak sanggup lupakan dirimu
Kusadari aku yang harus pergi

#np Kahitna- Aku Punya Hati

Jumat, 13 Januari 2012

Kontrol Psikologis Orangtua (Parental Psychological Control)

Parental Psychological Control atau kontrol psikologis orangtua merupakan suatu istilah yang berasal dari pola asuh autoritatif, yaitu pola asuh yang mendorong remaja menjadi bebas namun tetap menempatkan batasan dan pengendalian dalam tindakan remaja, memberi dan menerima secara lisan dilakukan dengan luas dan orangtua ramah serta pengasuhan diarahkan pada remaja. Parental psikological control merupakan salah satu bentuk pola asuh yang diperkenalkan oleh Diana Baumrind (dalam Sherwood, 2004) dengan gaya otoriter ditandai oleh tingkat kontrol yang tinggi dan rendahnya tingkat kehangatan. Baumrind deskripsi tentang orangtua yang otoriter sebagai salah satu yang mencoba untuk membentuk dan mengendalikan anak, tidak mau tukar dalam interaksi verbal, dan sangat membatasi otonomi anak sangat mirip dengan deskripsi yang lebih baru dari kontrol psikolgis orangtua. Kedua orangtua secara psikologis mengontrol yang otoriter digambarkan sebagai menuntut, kritis, dan ketat.
Kontrol psikologis hanya mewakili satu bagian dari kontrol dipamerkan oleh orang tua otoriter. Orang tua otoriter menggunakan kedua kontrol, yaitu kontrol perilaku dan kontrol psikologis, dengan mengendalikan perilaku psikologis dianggap kontras untuk mengontrol perilaku. Kontrol perilaku, seperti yang didefinisikan oleh Barber, Olsen, dan Shagle (1994), berfokus pada aturan, pembatasan, dan kesadaran kegiatan anak-anak dan perilaku. Perbedaan yang paling penting harus dibuat adalah bahwa kontrol perilaku mengatur perilaku anak berdasarkan pandangan orangtua yang dianggap tidak patut, sedangkan kontrol psikologis yang mengatur pemikiran dan ide. Hal ini penting bagi orangtua untuk mempertahankan beberapa tingkat kontrol atas anak-anak dan remaja, dan kontrol perilaku biasanya dilihat sebagai bentuk positif dari kontrol karena tidak mengganggu pada perkembangan psikologis anak, seperti halnya kontrol psikologis (Smetana & Daddis dalam Sherwood, 2004).
Menurut Steinberg, et al (1992) pola asuh autoritatif, merupakan pola asuh yang pertama kali diidentifikasi dalam studi Baumrind tentang sosialisasi kompetensi, yang didefinisikan kombinasi tingkat tinggi respon orang tua dan menuntut anak untuk menurutinya (Maccoby & Martin, dalam Steinberg 1992). Steinberg dan rekan-rekannya telah menyarankan bahwa, di masa remaja, tiga komponen spesifik keotoritatifan berkontribusi terhadap perkembangan psikologis yang sehat dan keberhasilan sekolah: penerimaan orangtua atau kehangatan, pengawasan perilaku dan ketegasan, dan otonomi psikologis pemberian atau demokrasi (Steinberg, 1992). Tiga dimensi pusat pengasuhan yang diidentifikasi oleh Schafer (dalam Steinberg, et al, 1992) adalah kehangatan, kontrol, dan demokrasi.
Secara konseptual hal tersebut mirip dengan dimensi kontrol orangtua yang dibahas oleh Baumrind dalam laporan baru-baru ini (Steinberg, 1992), yaitu: kontrol yang mendukung (mirip dengan kehangatan), kontrol asertif (mirip dengan pengawasan perilaku dan ketegasan), direktif/kontrol konvensional (mirip dengan otonomi pemberian psikologis).
Barber (dalam Grolnick, 2003) memisahkan efek dari dimensi yang berbeda. Dia menjelaskan bahwa kontrol psikologis sebagai upaya yang mempengaruhi perkembangan psikologis dan emosional anak dan kontrol perilaku sebagai upaya untuk mengkontrol perilaku anak. Ia berhipotesis bahwa kontrol psikologis yang akan dikaitkan dengan gejala remaja, seperti depresi dan lainnya. Kurangnya kontrol perilaku, disisi lain, akan menghambat perkembangan kapasitas anak-anak untuk mengatur perilaku mereka sendiri.
Kontrol psikologis orangtua merupakan kontrol yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya seperti emosi maupun tingkah laku anak mereka, bisa berupa perilaku yang negatif kepada anak yang di ibaratkan hanya untuk menerapkan disiplin kepada anak mereka (Barber dalam Bikhazi, 2006). Kontrol psikolgis fokus pada kontrol psikis anak didalan kehidupannya sehari-hari yang bisa saja membuat anak menjadi agresif.
Orangtua yang "mengendalikan" menyediakan lingkungan yang kaya yang bisa optimal untuk perkembangan anak dengan membuat tuntutan yang sesuai dengan usia, menetapkan batas, dan monitoring perilaku tepat (Grolnick dalam Harma, 2008). Ini bentuk kontrol yang paling sering disebut kontrol perilaku seperti dalam literatur (Barber dalam Harma, 2008). Orang tua yang "mengendalikan" menekankan pada kepatuhan, anak-anak ditekan terhadap target yang ditetapkan, dan menghambat diskusi interaktif (Grolnick dalam Harma, 2008).
Sedangkan Amato (dalam Suchman, 2007) menyatakan bahwa kontrol psikologis orangtua sebagai kontrol yang digunakan oleh orangtua dalam membuat keputusan setiap tingkah laku yang dikerjakan oleh anak mereka, serta mengkontrol kegiatan anak-anak mereka bersama teman-temannya.
Menurut Rohner (dalam Suchman, 2007) kontrol psikologis orangtua merupakan istilah penerimaan orangtua untuk menyampaikan kontribusi orangtua terhadap kualitas hubungan sayang antara orangtua dan anak dan penggunaan perilaku fisik, verbal, dan simbolik orangtua, yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan ini. Salah satu sisi penerimaan orangtua ditandai oleh ekspresi dari kehangatan, kasih sayang, perawatan, kenyamanan, perhatian, merawat, dukungan, atau, cukup, kasih terhadap anak. Disisi lain ditandai dengan tidak adanya kehangatan orangtua serta ketidakhadiran orangtua secara fisik maupun psikologis dan bisa mempengaruhi perilaku yang menyakitkan bagi anak.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol psikologis orangtua merupakan kontrol yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya seperti emosi maupun tingkah laku anak mereka, berupa perilaku yang negatif kepada anak yang hanya untuk menerapkan disiplin kepada anak mereka (Barber dalam Bikhazi, 2006).

Dimensi Kontrol Psikologis Orang Tua
Menurut Barber (1996) dimensi kontrol psikologis orangtua, yaitu :
a.Constrain verbal expressions (membatasi ekspresi verbal), dimunculkan untuk merusak individualitas anak
b.Invalidating feelings (meremehkan perasaan), memberitahu anak bagaimana merasakan atau berpikir
c.Personal attack on child (menyerang pribadi anak), misalnya memberikan kritikan terhadap anak,
d.Guilt induction (perasaan rasa bersalah) misalnya membuat anak merasa bersalah atau mengakui kesalahannya atau pelanggaran
e.Love withdrawal (penarikan cinta atau kasih sayang) misalnya memberikan perlakuan diam
f.Erratic emotional behavior (perilaku tidak menentu dan emosional) dapat berfungsi untuk memanipulasi perasaan anak harga diri (misalnya, terlihat dalam perilaku tak menentu dan dimensi emosional serangan pribadi)

Dimensi kontrol psikologis orangtua ini digunakan oleh orangtua untuk memanipulasi dan mengeksploitasi hubungan orangtua-anak.

Barber dan Harmon (dalam Harma, 2008) mengklasifikasikan uraian spesifik kontrol psikologis orang tua menjadi dua jenis utama, yaitu
a.Pengasuhan manipulatif sebagai upaya untuk membentuk perilaku anak-anak atau menyesuaikan keseimbangan emosional antara orang tua dan anak-anak dengan menggunakan tiga strategi utama: induksi rasa bersalah, penarikan cinta, dan menanamkan kecemasan.
b.Membatasi kontrol dengan cara seperti membatasi perilaku verbal anak-anak mereka dan menghambat diri anak-anak-penemuan dan ekspresi.

Kontrol Psikologis Orangtua memiliki sejumlah dimensi dan struktur yang agak rumit yang mengarah pada ambiguitas dan kontroversi mengenai apakah itu sebenarnya menguntungkan atau merugikan anak-anak (Barber dalam Harma, 2008). Sedangkan Grolnick (dalam Harma, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menekankan ambiguitas ini dengan mengarahkan konseptualisasi yang berbeda dari "kontrol" yang panjang. Konsep kontrol yang dimaksud merupakan kendali yang dilakukan oleh orang tua terhadap perilaku anak dan bisa berhubungan dengan efek negatif terhadap perkembangan anak-anak.
Orangtua tidak menghormati pandangan anak-anak mereka. Bentuk kontrol biasanya disebut kontrol psikologis panjang. Berbagai dimensi jenis ini kontrol telah diberi label dalam kisaran luas (misalnya, hal bersyarat, penarikan cinta, hukuman, disiplin, tuntutan perkembangannya jatuh tempo tidak tepat, campur tangan, hukuman, induksi bersalah, pembatasan verbal dll).

Alasan Orang Tua menggunakan Parental Psychological Control
Beberapa alasan yang digunakan oleh orang tua dalam menggunakan Kontrol Psikologis Orang tua, yaitu
a.Orangtua ingin mengendalikan pemikiran anak dan tidak memberikan kesempatan yang cukup untuk mengembangkan pemikiran anak mereka (Barber, dalam Harma, 2008).
b.Menunjukkan bahwa pola yang dahulu diterapkan oleh orangtua mereka, sehingga mereka terapkan untuk mengontrol psikologis anak mereka (Belsky dalam Shrewood, 2008).
c.Kebanyakan dari orang tua memberikan gaya pengasuhan psychological control dari anak usia dini sampai remaja (Pettit dalam Shrewood, 2008).
d.Orangtua mencoba untuk menerapkan kedisiplinan bagi anak mereka (Pettit, et al, dalam Shrewood, 2008).

Dampak Kontrol Psikologis Orangtua
Beberapa penelitian mengenai Kontrol Psikologis Orangtua menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu berkaitan dengan masalah perilaku internalisasi, seperti depresi, ego kekuatan-rendah, dan kecemasan. Penelitian sebelumnya juga mengungkapkan terdapat hubungan antara kontrol psikologis dan masalah externalized (Barber, Gray & Steinberg, dalam Harma, 2008).


DAFTAR PUSTAKA
Barber, BK.(1996). Parental Psychological Control: Revisiting a Neglected Construct. Child Development, Vol. 67, No. 6 (Dec., 1996), pp. 3296-3319. Blackwell Publishing.
Bikhazi, SL. (2006). Understanding Psychological Control Throuhg Differences Between Shame and Disappointment : Implications for Childhood Agression. Brigham Young University.
Darling, Nancy PhD, MS. 1999. Parenting Style and Its Correlates. http://www.athealth.com/Practitioner/ceduc/parentingstyles.html.
Diunduh tanggal 25 November 2011 : 40.
Grolnick, WS. (2003). The psychology of parental control: how well-meant parenting backfires. London: Lawrence Erlbaum associate publisher.
Harma, M. (2008). The Impact of Parental Control and Marital Conflict on Adolencent’s Self-Regulated and Adjustment. The Middle East Technical University.
Sherwood, JK. (2004). Parental depressed mood, psychological control and adolencent behavior problems: evidence of meditation?. Louisiana State University.
Steinberg, et al. (1992). Impact of parenting practices on adolescent achievement: authoritative parenting, school involvement, and encouragement to succeed. Child Development, volume 63,1266-1281.
Suchman, NE et al. (2007). Parental control, parental warmth, and psycho social adjustment in a sample of substance-abusing mothers and their school-aged and adolescent children. Journal of Substance Abuse Treatment 32 (2007) 1–10.
Swanson, JA. (2009). Parental Psychological Control and mutually autonomous relationships in emerging adulthood: emotional valence as moderator. Ohio: Miami University.
Wang, Q & Pomerantz, EM. (2008). Parental Control in the West and East Asia. United State : University of Illinois at Urbana-Champaign.